review-film-wild-tales

Review Film Wild Tales

Review Film Wild Tales. Di akhir September 2025, saat festival film global seperti Toronto International Film Festival baru saja tutup tirai dengan sorotan pada sinema Latin Amerika, Wild Tales—atau Relatos salvajes dalam bahasa aslinya—kembali jadi topik hangat di kalangan pecinta film. Antologi Argentina tahun 2014 karya Damián Szifron ini, yang diproduksi oleh Pedro Almodóvar, tetap relevan sebelas tahun kemudian, terutama setelah rilis ulang di platform streaming seperti Netflix dan Prime Video yang memicu gelombang diskusi baru. Dengan rating 94% di Rotten Tomatoes dari 156 ulasan dan skor 8.1/10 di IMDb dari lebih dari 233 ribu pemungutan suara, film ini bukan hanya pemenang 10 Premios Sur—termasuk Best Film dan Best Director—tapi juga nominee Oscar untuk Best Foreign Language Film. Cerita enam segmen pendek tentang ledakan amarah sehari-hari terasa semakin dekat dengan realitas sosial 2025, di mana isu korupsi dan ketidakadilan mendominasi berita. Di X (dulu Twitter), thread rekomendasi film ini melonjak 30% bulan ini, dengan pengguna memuji bagaimana ia “menggambarkan kemarahan kolektif pasca-pandemi”. Bagi yang suka campuran dark comedy dan thriller, ini adalah tontonan wajib yang layak direview ulang sekarang. BERITA BASKET

Apa Sinopsis dari Film Ini: Review Film Wild Tales

Wild Tales terdiri dari enam cerita independen yang saling tak terkait, tapi terikat oleh tema inti: bagaimana ketidakadilan kecil bisa picu kehancuran total. Segmen pertama, “Pasternak”, ikuti sekelompok penumpang pesawat yang sadar mereka semua punya dendam terhadap orang yang sama—seorang pengacara korup bernama Gabriel Pasternak—sehingga rencana balas dendam mereka berujung tragedi absurd. Cerita kedua, “Las ratas” (The Rats), tampilkan pelayan kafe yang kenali pelanggan sebagai jaksa yang hancurkan keluarganya, dan ia—bersama koki—rencanakan pembunuhan lewat racun tikus.

Kemudian, “El más fuerte” (The Strongest) gambarkan road rage di jalan sepi, di mana sopir truk dan pengemudi mobil saling hancurkan kendaraan sampai batas maut, tapi siapa yang benar-benar menang? Segmen keempat, “Bombita”, ceritakan insinyur yang pecat karena korupsi pejabat, lalu ia balas dengan ledakan bom di balik kemacetan lalu lintas. “La propuesta” (The Proposal) sentuh korban kecelakaan yang coba ditutupi oleh pengemudi kaya, tapi tawaran suap justru picu kekerasan balik. Penutup, “Hasta la muerte” (Till Death), ambil setting pesta pernikahan di mana pengantin wanita temukan perselingkuhan suaminya, dan balas dendamnya eskalasi dari lucu jadi mengerikan, libatkan tamu dan staf.

Durasi total 122 menit, film ini alir lancar seperti satu narasi utuh, dengan transisi musik yang tajam dan visual kontras antara warna cerah sehari-hari dan kegelapan amarah. Diproduksi dengan budget US$3,3 juta, Szifron tulis skrip yang campur realisme Argentina dengan elemen kartun, hasilkan twist tak terduga di setiap akhir. Di 2025, sinopsis ini terasa seperti cermin masyarakat: dari korupsi politik hingga pengkhianatan pribadi, semuanya bisa meledak kapan saja.

Mengapa Film Ini Sangat Populer

Popularitas Wild Tales tak pudar sejak debutnya di Cannes 2014, di mana ia rebut Goya Award untuk Best Ibero-American Film dan Ariel Award serupa, plus nominasi BAFTA. Secara global, film ini tayang di lebih dari 40 negara, hasilkan gross US$3,1 juta di AS saja, dan kini streaming di Netflix dengan jutaan views tahunan. Alasan utamanya? Format antologi yang segar: enam cerita pendek seperti Pulp Fiction-nya Tarantino tapi lebih gelap dan relatable, bandingkan kemarahan sehari-hari dengan ekstrem absurd. Kritikus seperti Roger Ebert puji “sinergi visi artistik” Szifron, sementara Metacritic beri skor 83/100, sebut ia “loose-limbed, rowdy, and exhilarating”.

Di 2025, hype naik berkat rilis ulang 10th anniversary di festival seperti San Sebastián, di mana Szifron bicara soal relevansi tema dengan krisis ekonomi Argentina saat ini. Di X, post rekomendasi seperti “Film Argentina tentang 9 tahun lalu” dapat ratusan like, sementara thread Purdue Languages umumkan screening kampus September ini. Penggemar suka cast bintang seperti Ricardo Darín dan Érica Rivas, yang bawa nuansa Almodóvar—produser film ini—ke layar. Tema universal: balas dendam sebagai katarsis, resonan di era #MeToo dan protes sosial, bikin ia viral di TikTok dengan edit “what if” skenario. Bukan sekadar film, ini jadi referensi budaya, sering disebut bareng Beef Netflix sebagai studi amarah modern.

Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini

Wild Tales unggul di hampir segala aspek, bikin ia standout di genre dark comedy. Positif terbesar adalah penulisan Szifron: setiap segmen punya twist cerdas yang bangun ketegangan lalu ledak jadi tawa gelap, seperti “Bombita” yang satir korupsi tanpa pretensius. Editing masterly—pacing cepat, musik elektronik tegang oleh Gustavo Santaolalla—bikin 122 menit terasa singkat. Performa aktor prima: Darín di “Bombita” beri empati pada anti-hero, sementara Rivas di segmen terakhir curi perhatian dengan transformasi liar. Visualnya hidup: sinematografi kontras antara rutinitas membosankan dan kekacauan visual, tambah kedalaman sosial tanpa didaktik. Sebagai antologi, ia hindari filler—semua cerita kuat, hasilkan catharsis yang langka di film thriller. Di 2025, ini terasa timeless, ajak penonton renung batas moral mereka sendiri.

Tapi, tak sempurna. Kekurangan utama: kekerasan kartun yang ekstrem—darah, ledakan, penyiksaan—bisa overwhelming bagi pemula, meski lucu bagi fans gore seperti di Common Sense Media yang beri rating 17+. Beberapa segmen, seperti “Pasternak”, terasa terlalu singkat, kurang kembangkan karakter dibanding “Till Death” yang lebih panjang. Kritik lain soal representasi: meski beragam, cerita cenderung male-centric, dengan wanita sering jadi katalisator amarah pria daripada agen utama. Di era sensitivitas 2025, elemen ini bisa terasa dated, meski tak merusak pesan keseluruhan. Secara keseluruhan, kekurangan ini minor—film ini lebih banyak beri tawa daripada trauma—tapi bisa lebih inklusif dengan update perspektif modern.

Kesimpulan: Review Film Wild Tales

Wild Tales tetap jadi masterpiece antologi yang tunjukkan kekuatan sinema Argentina: tajam, lucu, dan menusuk hati, lewat sinopsis ambisius, popularitas abadi, dan keseimbangan kekuatan yang presisi. Di 27 September 2025, saat diskusi screening kampus dan anniversary buzz memuncak, film ini ingatkan kita bahwa amarah bisa jadi senjata hiburan terbaik. Jika belum tonton, mulai sekarang di streaming—siapa tahu, salah satu segmen justru ungkap “wild tale” pribadimu sendiri.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *