Review Film Cruella
Review Film Cruella. Pada September 2025, ketika dunia perfilman masih diramaikan sekuel dan reboot, “Cruella” tetap menjadi sorotan sebagai salah satu film live-action Disney yang paling berani. Dirilis pada 28 Mei 2021, disutradarai Craig Gillespie dan dibintangi Emma Stone sebagai Cruella de Vil, film ini mengambil karakter ikonik dari 101 Dalmatians dan mengubahnya menjadi antihero penuh gaya. Dengan budget 100-200 juta dolar, “Cruella” mengumpulkan 233 juta dolar di box office global meski rilis di tengah pandemi, ditambah kesuksesan streaming di Disney+ dengan Premier Access. Berlatarkan London era 1970-an, film berdurasi 2 jam 14 menit ini bukan sekadar prekuel, tapi sebuah origin story yang mengeksplorasi ambisi, trauma, dan pemberontakan seorang wanita di dunia fashion. Dengan sekuelnya yang dikembangkan hingga kini, “Cruella” terus dibicarakan karena visual punk-rock, performa memukau Stone, dan pendekatan segar pada villain klasik. Film ini seperti gaun haute couture: mencolok, sedikit berantakan, tapi tak bisa dilewatkan begitu saja, mengingatkan kita bahwa kadang kejahatan lahir dari luka yang tak sembuh. BERITA BOLA
Ringkasan Singkat Film Ini
“Cruella” mengisahkan perjalanan Estella, seorang gadis cerdas dengan bakat desain yang lahir dengan rambut hitam-putih khas. Setelah kehilangan ibunya, Catherine, dalam kecelakaan tragis di mansion Baroness von Hellman (Emma Thompson), Estella kecil kabur ke London dan bertahan sebagai pencuri bersama dua sahabat, Jasper dan Horace. Dewasa, Estella (Emma Stone) bermimpi jadi desainer fashion, tapi terjebak di pekerjaan rendahan hingga akhirnya diterima di rumah mode milik Baroness, ikon industri yang kejam dan narsis. Di sana, Estella menemukan rahasia kelam: Baroness adalah dalang di balik kematian ibunya, memicu transformasinya menjadi Cruella—persona liar yang penuh keberanian dan balas dendam.
Cruella mencuri perhatian dunia mode dengan kreasi avant-garde, menyabotase acara-acara Baroness menggunakan taktik teatrikal seperti muncul di gala dengan gaun api atau mengacaukannya dengan tikus. Ia merekrut Jasper, Horace, dan sekutunya seperti Artie, penutup queer yang penuh warna, serta Anita, jurnalis yang jadi penyambung cerita. Ketegangan memuncak saat Cruella mengetahui Baroness bukan hanya pembunuh ibunya, tapi juga ibu kandungnya sendiri—membuangnya saat bayi demi karier. Dalam klimaks di tebing yang sama tempat Catherine tewas, Cruella membalikkan jebakan Baroness, memastikan sang Baroness dipenjara, sementara ia mewarisi kekayaan dan mansion Hellman. Film berakhir dengan Cruella memulai kerajaan modenya sendiri, mengisyaratkan obsesi masa depan dengan bulu dalmatian, sambil tetap setia pada teman-temannya. Cerita ini adalah perpaduan drama keluarga, heist kocak, dan pemberontakan fashion, diikat oleh soundtrack punk-rock era 70-an seperti The Clash dan Blondie.
Kenapa Film Ini Sangat Populer
“Cruella” meledak karena menawarkan sesuatu yang segar di tengah formula live-action Disney yang sering kaku. Dengan pendapatan 233 juta dolar global dan jutaan streaming di Disney+, film ini jadi hit pandemi, mencatat debut Premier Access terkuat kedua setelah “Mulan”. Skor Rotten Tomatoes 74% dari kritikus dan 97% dari audiens menunjukkan daya tarik lintas generasi. Apa rahasianya? Pertama, performa Emma Stone yang karismatik—ia menangkap Estella yang rentan sekaligus Cruella yang eksentrik, membuat penonton mendukung villain tanpa kehilangan empati. Kedua, estetika visualnya memukau: kostum karya Jenny Beavan, seperti gaun sampah 40 kaki dan mantel dalmatian palsu, jadi ikon budaya, viral di TikTok dengan jutaan edit cosplay. Soundtrack punk-rock, dari “Should I Stay or Should I Go” hingga “I Wanna Be Your Dog”, menambah energi pemberontak yang resonansi dengan generasi Z yang haus ekspresi diri.
Media sosial memperkuat buzz: hashtag #Cruella di Instagram dan X penuh fan art dan diskusi tentang moralitas Estella, sementara meme Baroness vs. Cruella banjiri platform. Film ini juga dianggap inklusif, dengan karakter Artie sebagai representasi queer positif dan narasi tentang perjuangan melawan elit korporat yang relatable. Di 2025, popularitasnya bertahan berkat maraton Disney+ dan antisipasi sekuel, ditambah kolaborasi fashion dengan merek seperti MAC Cosmetics. “Cruella” sukses karena ia bukan remake, tapi reinvensi: mengubah penutup bulu anjing menjadi feminis punk yang berani, menjadikannya cerminan ambisi di era modern.
Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini: Review Film Cruella
“Cruella” punya banyak kekuatan yang bikin penonton terpukau, tapi juga kelemahan yang tak luput dari kritik. Di sisi positif, visual dan performa adalah sorotan utama. Sinematografi Nicolas Karakatsanis, dengan latar London 70-an penuh grafiti dan lampu neon, terasa hidup, seperti lukisan punk yang bergerak. Kostum Beavan, yang memenangkan Oscar 2022, adalah masterpiece—setiap gaun Cruella adalah statement, dari mantel api hingga rok sepeda motor. Performa Emma Stone dan Emma Thompson adalah duel akting yang memikat: Stone penuh karisma, Thompson dingin namun magnetis, menciptakan dinamika ibu-anak yang kompleks. Narasi pemberontakan melawan otoritas, ditambah humor Jasper dan Horace, bikin film ini menghibur sekaligus mendalam. Representasi Artie sebagai karakter queer terbuka, plus fokus pada found family, menambah inklusivitas yang jarang di film Disney. Soundtracknya, dengan 32 lagu klasik, jadi playlist wajib, meningkatkan replay value.
Namun, ada sisi negatif yang mencolok. Plotnya kadang terasa berlebihan: twist Baroness sebagai ibu kandung terasa soap opera, melemahkan realisme emosional. Durasi 134 menit terasa panjang, terutama di babak kedua yang penuh subplot Apex dan heist yang berulang. Beberapa kritikus bilang film ini bingung apakah ingin jadi drama gelap atau komedi ringan, membuat tone tak konsisten. Karakter pendukung seperti Anita kurang dieksplor, terasa seperti plot device. Meski inklusif, representasi POC minim—hanya Anita sebagai karakter kulit hitam signifikan—dan penggambaran dalmatian sebagai anjing agresif menuai kritik dari penggemar 101 Dalmatians. Meski begitu, kekurangan ini tak menghapus pesona: film tetap jadi tontonan yang menyenangkan, meski bisa lebih ramping dalam narasi.
Kesimpulan: Review Film Cruella
“Cruella” adalah perjalanan liar yang mengubah villain klasik menjadi ikon feminis yang tak terlupakan. Dari ringkasan asal-usul Estella hingga popularitasnya yang didorong kostum epik dan performa Stone, film ini unggul dalam gaya dan energi pemberontak, meski plot berlebihan dan tone tak stabil jadi kelemahan. Di September 2025, saat Disney terus bereksperimen dengan live-action, “Cruella” tetap menonjol sebagai bukti bahwa kisah villain bisa lebih menarik daripada pahlawan. Jika Anda ingin malam penuh gaya dan drama, streaming film ini di Disney+ sekarang—mungkin Anda akan terinspirasi untuk merancang pemberontakan kecil Anda sendiri.