review-film-borat

Review Film Borat

Review Film Borat. Pada 11 Oktober 2025, film Borat kembali jadi topik hangat di kalangan pecinta sinema, setelah masuk peringkat 53 dalam daftar The New York Times untuk 100 Film Terbaik Abad ke-21. Hampir dua dekade sejak rilis 2006, mockumentary ini terus memicu tawa getir dan perdebatan, terutama di era di mana satir sosial terasa lebih relevan dari sebelumnya. Dengan lonjakan penayangan ulang di platform streaming sebesar 20% sejak awal tahun, Borat bukan hanya komedi absurd, tapi cermin tajam tentang prasangka budaya. Di tengah berita tentang proyek baru dari kreatornya, artikel ini mereview esensi film ini, dari plot gila hingga warisannya yang tak pudar, mengapa ia tetap jadi pilihan utama untuk hiburan yang bikin mikir. BERITA TERKINI

Ringkasan Singkat Film Ini: Review Film Borat

Borat mengikuti perjalanan Borat Sagdiyev, jurnalis fiktif dari Kazakhstan yang dikirim ke Amerika untuk buat dokumenter tentang masyarakat Barat. Ditemani produser Azamat dan ayam peliharaan, ia jelajahi AS dengan truk es krim tua, penuh interaksi tak terduga dengan orang sungguhan. Awalnya, misinya sederhana, tapi setelah terpesona Pamela Anderson dari acara TV, Borat ubah rencana jadi perburuan romansa ke California.

Sepanjang jalan, ia hadapi kekacauan: ikut parade kebanggaan gay, wawancara politisi konservatif, tampil TV yang kacau, nyanyi parodi lagu kebangsaan di rodeo, menginap di penginapan Yahudi yang picu salah paham, coba beli senjata, sewa pekerja seks, hadiri makan malam etiket, rusak toko antik, dan ribut telanjang dengan Azamat setelah ketahuan bohong. Setelah Azamat tinggalkan, Borat numpang frat boy kuliahan, ikut pertemuan Pentecostal dan konversi ke Kristen, berdamai, lalu coba culik Pamela di acara buku. Akhirnya, ia pulang ke desa dengan teman baru, bawa budaya Amerika seperti agama dan gadget modern, sambil sindir adaptasi mereka. Dengan durasi 84 menit, narasi mockumentary linier tapi penuh kejutan, campur aksi spontan dengan narasi Borat yang polos tapi pedas.

Alasan Film Ini Bisa Populer: Review Film Borat

Borat sukses karena balikkan ekspektasi komedi dengan improvisasi mentah yang ungkap sisi gelap masyarakat. Rilis November 2006 dengan anggaran 18 juta dolar, film ini kumpul lebih dari 262 juta dolar global, buka nomor satu di AS dengan 26 juta dolar dari 837 layar—rekor tertinggi untuk film di bawah 1.000 bioskop saat itu. Popularitasnya meledak berkat voice dan penampilan Sacha Baron Cohen sebagai Borat, dengan aksen absurd dan frase ikonik seperti “very nice” yang jadi meme abadi, tarik penonton dari remaja hingga dewasa.

Faktor kunci lain adalah timing: muncul di era pasca-9/11 di mana satir budaya haus dieksplorasi, film ini dapat pujian kritis dengan skor 90% di Rotten Tomatoes dari 219 ulasan, disebut “paling lucu dalam dekade” oleh The Atlantic dan masuk daftar 10 film terbaik 2000-an oleh The Guardian. Awards seperti Golden Globe untuk Aktor Komedi Terbaik dan nominasi Oscar untuk Skenario Adaptasi perkuat statusnya. Hingga 2025, warisannya bertahan lewat klip viral di media sosial, lonjakan turisme ke Kazakhstan yang naik sepuluh kali lipat, dan sekuel 2020 yang ulangi buzz. Singkatnya, ia populer karena tak hanya bikin ketawa, tapi juga bikin geleng kepala atas kebodohan manusia, ubah komedi jadi senjata sosial yang tajam.

Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini

Sisi positif Borat tak terbantahkan: ia jadi contoh komedi cerdas yang ungkap prasangka tanpa ampun, seperti saat Borat sindir homofobia atau rasisme lewat interaksi nyata, buat penonton renung sambil tertawa. Humor improvisasinya—dari nyanyian rodeo yang provokatif hingga ribut telanjang—beri rasa autentik yang jarang di film skrip ketat, sementara pesan tentang toleransi muncul halus, seperti bagaimana Borat “konversi” ke Kristen tapi tetap absurd. Kritikus puji sebagai “outrageous fun” dan “trenchant silliness,” dengan rating Metacritic 89/100 yang tunjukkan pujian universal. Di 2025, ranking NYT perkuat warisannya sebagai film abad 21 terbaik, inspirasi pembuat konten satire modern dan dorong diskusi tentang identitas nasional. Secara keseluruhan, film ini promosikan empati melalui cermin lucu, bikin penonton hadapi bias diri dengan senyum.

Namun, ada sisi negatif yang bikin kontroversi. Beberapa ulasan sebut penampilan Cohen sebagai “odious twit” yang terlalu kasar, dengan elemen antisemitisme dan antiziganisme yang picu keluhan dari Anti-Defamation League dan pusat penelitian Eropa, alami edit trailer di Jerman. Kekerasan verbal dan fisik, seperti adegan rodeo yang sindir perang, bisa terasa ofensif bagi yang sensitif, sementara partisipan nyata hadapi tuntutan hukum yang kebanyakan gagal tapi soroti etika mockumentary. Pacing kadang lambat di bagian perjalanan, dan akhir manis terasa terlalu rapi dibanding kekacauan awal, kurangi dampak satir. Di negara Arab, film ini dilarang kecuali versi sensoran di UAE, sementara Kazakhstan awalnya tuntut tapi kini peluk sebagai slogan “very nice.” Di anniversary 2025, ulasan soroti bahwa humornya kadang usang di era sensitivitas tinggi. Meski begitu, kekurangan ini kalah oleh keberaniannya yang bikin genre satire maju.

Kesimpulan

Borat tetap jadi jurnalis paling nakal di sinema 2025, dengan ringkasan perjalanan absurd yang brilian, popularitas dari box office epik dan awards bergengsi, serta keseimbangan positif-negatif yang buatnya ikonik. Film ini ingatkan kita: tawa sering lahir dari ketidaknyamanan, asal berani tatap cermin. Bagi pemula, tonton untuk ranking NYT—Anda akan keluar dengan frase baru dan pandangan segar. Dengan berita proyek baru dari kreatornya, Borat bukan masa lalu, tapi inspirasi segar untuk satir kita sendiri. Jika Anda siap tersinggung lalu tertawa, tekan play—satu adegan pada satu waktu.

 

BACA SELENGKAPNYA DI..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *