Review Film Champion
Review Film Champion. Tujuh tahun setelah tayang perdana di Busan International Film Festival pada 2018, “Champion” masih jadi film Korea yang sering dicari penggemar cerita keluarga hangat bercampur aksi olahraga. Disutradarai Kim Yong-wan dalam debut fiturnya, film berdurasi 108 menit ini campur elemen komedi, drama, dan turnamen arm wrestling yang intens. Bintang utamanya, Ma Dong-seok (atau Don Lee), bawa peran Mark yang penuh karisma, membuat film ini capai rating 89% di Rotten Tomatoes dari sembilan ulasan, dengan rata-rata 6.3/10. Hingga akhir 2025, film ini bertahan di platform streaming, terutama saat musim liburan keluarga. Di tengah maraknya remake Hollywood, “Champion” ingatkan bahwa cerita sederhana tentang pengampunan dan ikatan darah bisa lebih menyentuh daripada plot rumit. BERITA BASKET
Ringkasan Cerita yang Menyentuh: Review Film Champion
Mark adalah anak Korea yang diadopsi ke Amerika sejak kecil, tumbuh jadi juara arm wrestling tapi akhirnya jatuh karena tuduhan curang. Hidupnya mandek sebagai penjaga pintu klub malam, sampai teman lama Jin-ki (Kwon Yul) datang dengan tawaran: ikut turnamen nasional di Korea untuk raih gelar lagi dan untung besar dari taruhan. Mark setuju, kembali ke tanah air untuk pertama kalinya setelah 30 tahun, sambil cari ibu kandungnya yang hilang.
Alih-alih ibu, ia temui adik perempuannya Soo-jin (Han Ye-ri) dan dua keponakannya yang lucu, yang tak tahu siapa Mark sebenarnya. Saat ikat darah mulai terungkap, tekanan datang dari penjudi gelap yang paksa Mark kalah di final demi uang. Cerita ini linear tapi penuh momen emosional, seperti saat Mark ajari keponakannya arm wrestling di taman, atau konfrontasi keluarga yang bikin air mata netes tanpa paksaan. Plotnya terinspirasi film lama “Over the Top” tahun 1987, tapi versi Korea ini lebih fokus pada hubungan daripada kompetisi semata.
Penampilan Aktor yang Menggugah: Review Film Champion
Ma Dong-seok curi hati total sebagai Mark – sosok raksasa yang lembut, campur kekuatan fisik dengan kerapuhan emosi. Ia bawa humor fisik saat hadapi budaya Korea yang asing, seperti salah ucap kata atau kaget sama makanan pedas, tapi juga kedalaman saat ungkap trauma masa kecil. Perannya di sini lebih ringan daripada di “Train to Busan”, tapi tetap ikonik, bikin penonton lupa klise plot. Kwon Yul sebagai Jin-ki tambah dinamika sebagai sahabat licik tapi setia, dengan chemistry yang alami saat mereka ribut soal taruhan.
Han Ye-ri sebagai Soo-jin bawa nuansa hangat sebagai adik yang mandiri tapi rapuh, terutama saat hadapi rahasia keluarga. Anak-anaknya, termasuk pemeran kecil yang curi perhatian, tambah pesona komedi – salah satunya bahkan disebut lebih bagus dari aktris cilik di film Hollywood klasik. Secara keseluruhan, ensemble ini bikin film terasa seperti reuni keluarga sungguhan, dengan dialog yang santai tapi menusuk.
Gaya Sinematik dan Tema Keluarga
Kim Yong-wan tunjukkan sentuhan debutan yang percaya diri lewat sinematografi cerah yang kontras dengan arena arm wrestling yang gelap dan lembab. Adegan kompetisi difilmkan dekat, fokus pada urat menonjol dan keringat, tanpa efek berlebih – lebih mirip dokumenter daripada blockbuster. Soundtrack campur lagu-lagu upbeat Korea dengan piano lembut di momen emosional, bikin transisi mulus dari tawa ke tangis.
Tema utamanya pengampunan dan identitas: Mark belajar bahwa kekuatan sejati bukan dari otot, tapi dari ikatan darah yang hilang. Film ini sindir diskriminasi rasial di Amerika, di mana Mark dibully karena asal Korea, tapi juga rayakan budaya Korea lewat detail kecil seperti makan malam keluarga atau festival lokal. Di 2025, relevansinya makin kuat saat isu adopsi internasional lagi dibahas, membuat “Champion” bukan cuma hiburan, tapi cermin hubungan modern yang rumit.
Kesimpulan
“Champion” adalah film olahraga yang tak biasa – lebih tentang hati daripada tangan kuat – dan tujuh tahun kemudian, pesannya tetap hangat di akhir 2025. Meski plotnya klise dan adegan arm wrestling kadang kurang greget, kekuatan Ma Dong-seok dan cerita keluarga bikin semuanya terbayar. Bukan masterpiece, tapi pasti bikin senyum dan mungkin basah mata. Buat yang suka drama ringan dengan tawa, ini pilihan tepat; buat penggemar Ma Dong-seok, wajib ulang. Pada akhirnya, film ini bilang: juara sesungguhnya adalah yang pulang ke rumah, bukan yang pegang trofi.